Minggu lalu saya dan keluarga berkesempatan menghadiri acara munashoroh Palestina di Masjid Jamek Tan Sri Ainuddin Wahid Taman Universiti, Skudai, Johor, Malaysia. Acara diisi dengan ceramah yang disampaikan oleh Direktur Hubungan Internasional Kementrian Pendidikan dan Pengajian Tinggi Palestina, Mr. Ahmad Abu Ayesh Annajjar dan Dr. Anwar Musa, Direktur Yayasan Emaar untuk Pembangunan dan Rehabilitasi Palestina.

Sebagaimana halnya ceramah-ceramah tentang Palestina, isu-isu terkni mengenai Palestina disampaikan secara langsung oleh rakyat Palestina sendiri. Bahkan ini disampaikan oleh para pengemban amanat Palestina. Aqsa Syarif sebagai pihak yang menghadirkan kedua pejabat Palestina tersebut memang kerap mengundang ikhwan dari Palestina untuk menyampaikan kondisi terkini tentang Palestina kepada publik Malaysia. Pihak kerajaan Malaysia sendiri mendukung dan menyokong usaha-usaha membantu Palestina. Di Malaysia, isu Palestina bukan lagi isu umat Islam, tetapi sudah menjadi isu bersama.

Di Malaysia, 3 bangsa saling dominan dalam populasi: Melayu, Cina dan India. Komposisinya hampir seimbang. Namun isu tentang Palestina berhasil menjadi isu bersama yang tak memilih dan memilah bangsa karena memang hakikatnya penjajahan terhadap Palestina adalah penjajahan terhadap manusia itu sendiri, apapun bangsa dan dimanapun ia berada.

Yang membedakan acara munashoroh Palestina di Taman U kali ini dengan acara serupa yang pernah saya hadiri, yaitu ketika kedua ikhwan itu menyampaikan permohonan bantuan doa agar rakyat Palestina kuat dan tegar menghadapi agresi Israel. Ketika beliau menyampaikan,”Duaa is enough,” secara spontan saya berpikir,”Kenapa?”

Ya, kenapa? Kenapa doa?Kenapa hanya doa? Dalam benak saya, wajarlah jika beliau meminta umat Islam di belahan dunia yang lain berangkat ke Palestina dan berjihad bersama-sama rakyat Palestina. Boleh juga jika beliau menyampaikan keperluan infrastruktur di Palestina mengingat negeri itu hancur dibombardir oleh Zionis. Bisa dimaklumi seandainya beliau menuntut atau setidaknya mempertanyakan solidaritas muslimin dunia untuk menanggung bersama derita Palestina. Tapi ternyata tidak. Bukan itu yang diminta dari kita. Doa ternyata menjadi sebuah harapan besar bagi bangsa Palestina.

Bisa jadi sudah banyak yang mengulurkan bantuan untuk Palestina sehingga materi tidak lagi menjadi prioritas. Mungkin juga doa diharapkan menjadi benteng pertahanan yang menguatkan semangat rakyat Palestina. Tapi terbetik juga dalam hati kecil saya jawabannya karena sensitivitas umat Islam terhadap penderitaan Palestina melemah. Boleh jadi sumbangan dan dukungan terhadap pembebasan Paestina terus mengalir tapi di sisi lain dukungan umat Islam sendiri terhadap Zionis juga tidak berkurang. Apa buktinya?

Salah satu buktinya adalah maraknya dan semakin banyaknya orang Islam yang menikmati hidangan McDonald dan sebangsanya padahal jelas-jelas perusahaan tersebut membiayai ekonomi Israel. Jadi secara tidak langsung umat Islam ini menembaki bayi-bayi tak berdosa di Palestina. Kenapa?Karena peluru yang terlontar dari moncong senapan tentara-tentara Zionis itu dibeli dari uang yang dibayarkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Daftar perusahaan penyokong Israel bisa dilihat di http://www.inminds.com/boycott-mcdonalds.html


http://blogs.iium.edu.my/mohdnazri/files/2010/06/boycott-israel.jpg

Oleh karenanya hati saya pedih sekali ketika menawarkan seseorang untuk mengganti Milo dengan Vico (produk malt local yang tak kalah sedapnya dengan Milo) dan kemudian dijawab,”Nggak enaklah. Milo lebih sedap.” Ketika saya sampaikan bahwa Nestle juga ikut menyumbang ekonomi Israel, beliau menyanggah dengan mengatakan bahwa apa sekarang ini produk yang bukan buatan Nestle?

Pantaslah jika Dr. Anwar Musa meminta doa dari kita semua karena sesungguhnya doa adalah kerja hati sang penguasa tubuh sebagaimana hadits Nabi yang menyebutkan bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal darah. Apabila segumpal darah tersebut baik maka akan baiklah seluruh tubuh dan sebaliknya, jika segumpal darah tersebut jelek, maka jeleklah seluruh tubuh. Itulah hati.

Jika mengubah selera lidah saja kita tidak mampu, bagaimana menggerakkan hati untuk memohon kepada Allah? Ternyata membantu doa saja kita susah…



Taman Sri Pulai,18 November 2011